Presiden Donald Trump menginstruksikan Departemen Keuangan AS untuk menghentikan pencetakan koin penny baru, dengan alasan biaya produksinya yang terlalu besar.
“Mencetak penny menghabiskan lebih dari 2 sen per koin—ini sangat boros!” tulisnya di Truth Social, dikutip dari AP News, Selasa (18/2/2025).
Keputusan ini merupakan bagian dari langkah cepat pemerintahan Trump dalam menerapkan kebijakan eksekutif yang signifikan.
Namun, selama kampanye presidennya, Trump tidak pernah menyinggung kemungkinan penghapusan penny.
Gagasan ini pertama kali diusulkan oleh Departemen Efisiensi Pemerintah, yang dipimpin oleh Elon Musk, dalam sebuah unggahan media sosial bulan lalu.
Departemen tersebut menyoroti biaya produksi penny yang jauh melebihi nilai nominalnya.
Berdasarkan data U.S. Mint, lembaga di bawah Departemen Keuangan AS yang bertanggung jawab atas pencetakan uang logam, pemerintah mengalami kerugian sebesar $85,3 juta (Rp1,3 triliun) pada tahun fiskal 2024 akibat produksi hampir 3,2 miliar penny.
Setiap koin penny menelan biaya produksi sebesar $0,037 (Rp648), naik dari $0,031 (Rp486) pada tahun sebelumnya.
Selain penny, koin nickel ($0,05 atau Rp810) juga menyebabkan kerugian, dengan biaya produksi yang mencapai $0,14 (Rp2.270) per koin.
Meski Trump telah menginstruksikan penghentian pencetakan penny, belum jelas apakah ia memiliki wewenang untuk melakukannya tanpa persetujuan Kongres.
Spesifikasi mata uang, termasuk ukuran dan bahan logamnya, ditetapkan oleh lembaga legislatif tersebut.
Profesor ekonomi Robert K. Triest menyatakan bahwa ada kemungkinan Menteri Keuangan dapat menghentikan produksi penny secara sepihak.
Sementara itu, di Kongres, berbagai proposal penghapusan penny telah diajukan selama bertahun-tahun, meski tak kunjung disahkan.
Beberapa usulan mencakup penghentian sementara pencetakan penny, menghapusnya dari peredaran, hingga kebijakan pembulatan harga ke lima sen terdekat.
Pendukung kebijakan ini menilai bahwa menghilangkan penny akan menghemat biaya dan mempercepat transaksi di kasir.
Di sisi lain, sebagian pihak khawatir penghapusan penny dapat menyebabkan kenaikan harga barang akibat pembulatan ke atas, yang berpotensi merugikan konsumen.
Selain itu, oposisi di Kongres mungkin akan menjadi hambatan utama jika kebijakan ini membutuhkan persetujuan legislatif.
Untuk saat ini, investigasi lebih lanjut akan dilakukan guna menilai dampak keputusan ini terhadap perekonomian AS secara keseluruhan.