Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 783 pengaduan dari masyarakat terkait sektor jasa keuangan di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) hingga 10 April 2025. Hal ini diungkapkan oleh Kepala OJK Sumsel Babel, Arifin Susanto, saat konferensi pers di Palembang, Minggu (20/4).
Menurutnya, pengaduan yang masuk paling banyak berasal dari sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dengan persentase mencapai 58,89 persen dari total aduan.
Masalah SLIK dan Penagihan Mendominasi Aduan
Permasalahan utama yang dikeluhkan konsumen mencakup Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), proses restrukturisasi, dan perilaku petugas penagihan. Keluhan ini berkaitan dengan produk-produk jasa keuangan seperti fasilitas kredit multiguna dan kartu kredit.
“Tingkat penyelesaian dari aduan tersebut sudah mencapai 68,10 persen, termasuk 1,48 persen yang diselesaikan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS),” kata Arifin.
456 Layanan Konsumen Terkait Keuangan Ilegal
OJK Sumbagsel juga mencatat 456 layanan konsumen yang berkaitan dengan aktivitas keuangan ilegal. Aduan ini didominasi oleh pinjaman online (pinjol) ilegal sebanyak 94,08 persen, diikuti kasus social engineering sebesar 3,07 persen, serta investasi ilegal sebanyak 2,85 persen.
Pengaduan mengenai pinjol ilegal umumnya terkait dengan perilaku kasar dari petugas penagihan. Sedangkan kasus investasi ilegal banyak disebabkan oleh penipuan eksternal, termasuk pembobolan rekening, skimming, dan kejahatan siber lainnya.
Sumsel Catat Aduan Terbanyak Aktivitas Keuangan Ilegal
Dari lima provinsi di wilayah Sumbagsel, Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi penyumbang terbesar aduan aktivitas keuangan ilegal. Disusul oleh Lampung, Jambi, Bengkulu, dan yang paling sedikit berasal dari Bangka Belitung (Babel).
OJK menilai, tingginya laporan di Sumsel menunjukkan adanya kepedulian masyarakat terhadap perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
Edukasi Keuangan Jangkau Lebih dari 25 Ribu Peserta
Dalam upaya mendorong literasi dan inklusi keuangan, OJK telah melaksanakan 124 kegiatan edukasi yang menjangkau 25.482 orang peserta. Program ini menyasar berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum, komunitas, hingga pelajar dan mahasiswa.
“Sasaran edukasi ini luas agar masyarakat bisa lebih memahami risiko dan hak-haknya dalam menggunakan layanan jasa keuangan,” ujar Arifin.