Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap wacana meliburkan kegiatan pendidikan selama bulan Ramadhan. Ia menilai kebijakan tersebut belum memiliki konsep yang jelas.
“Saya kira tidak perlu ya. Karena libur Ramadhan itu belum jelas konsepnya. Tidak perlu (libur), tetap saja jalan, puasa tidak menghentikan semua (kegiatan),” ujar Muhaimin di Jakarta.
Menurutnya, wacana meliburkan sekolah selama 40 hari terlalu panjang dan dapat mengganggu rutinitas pendidikan. Ia menegaskan bahwa puasa bukanlah penghalang untuk menjalankan aktivitas seperti biasa.
“Bukan hanya kelamaan (wacana libur), puasa itu seperti kebiasaan sehari-hari, jangan dibedakan,” tambahnya.
Wacana libur pendidikan selama Ramadhan menjadi pembahasan hangat di tengah masyarakat. Kebijakan serupa pernah diterapkan pada era pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa wacana tersebut belum dibahas di tingkat kementerian, melainkan masih berada di ranah Kementerian Agama. Menteri Agama Nasaruddin Umar menambahkan, kebijakan ini baru berlaku di beberapa lembaga pendidikan berbasis pondok pesantren dan belum menjadi keputusan untuk sekolah umum.
Adapun dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, tercatat 16 hari libur nasional dan tujuh hari cuti bersama pada tahun 2025, termasuk libur Idul Fitri pada 31 Maret-1 April.












