Ketua DPRD Provinsi Jambi, M. Hafiz Fattah, menyoroti serius persoalan kelangkaan solar bersubsidi yang kian meresahkan masyarakat. Menurutnya, antrean panjang di SPBU telah memicu gesekan sosial dan berpotensi menimbulkan konflik terbuka jika tak segera ditangani pemerintah pusat.
“Antrean solar hari ini sudah sangat meresahkan. Distribusi tidak pernah ditambah, sementara praktik pelangsiran terus terjadi di lapangan,” tegas Hafiz saat menerima Panitia Kerja Migas Komisi XII DPR RI di Rumah Dinas Gubernur Jambi, Rabu (1/10/2025).
Ia mengungkapkan, sejak tiga tahun terakhir kuota solar Jambi tidak pernah meningkat meski kebutuhan terus bertambah. Berdasarkan perhitungan tim Hiswana Migas bersama Pemerintah Provinsi, kebutuhan solar layak di angka 355 kiloliter per hari, sementara realisasi dari pusat hanya 312 kiloliter. Ketimpangan ini diperburuk oleh posisi Jambi yang menjadi jalur lalu lintas logistik Sumatera.
“Kalau truk dari Jawa isi penuh di Merak, begitu sampai Jambi sudah habis. Tapi anehnya, justru tambahan kuota diberikan ke daerah lain, bukan ke Jambi,” ungkapnya.
Selain soal distribusi energi, Hafiz juga menyinggung lambannya realisasi Participating Interest (PI) 10 persen dari wilayah kerja migas. Ia menilai, keterlambatan ini merugikan daerah penghasil seperti Jambi yang seharusnya mendapatkan manfaat fiskal lebih besar dari sumber daya alamnya.
“Di tengah anjloknya PAD, kita berharap PI bisa menjadi penopang baru. Tapi hingga kini belum ada kepastian kapan terealisasi,” ujarnya.
Politisi PAN itu mendesak agar pemerintah pusat melalui BPH Migas dan kementerian terkait segera melakukan reformasi distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Ia menegaskan subsidi negara harus dinikmati oleh nelayan, petani, dan pelaku usaha kecil—bukan justru dikuasai pelangsir.
“Daerah seperti Jambi butuh perlakuan yang adil. Jangan sampai daerah penghasil hanya jadi penonton, sementara hasilnya dibawa keluar tanpa memberi manfaat nyata bagi rakyat,” tutup Hafiz.